"Saudara-saudaraku dijauhkan-Nya dari padaku, dan kenalan-kenalanku tidak lagi mengenal aku.
Kaum kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku melupakan aku.
Anak semang dan budak perempuanku menganggap aku orang yang tidak dikenal, aku dipandang mereka orang asing.
Kalau aku memanggil budakku, ia tidak menyahut; aku harus membujuknya dengan kata-kata manis.
Nafasku menimbulkan rasa jijik kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-saudara sekandungku.
Bahkan kanak-kanak pun menghina aku, kalau aku mau berdiri, mereka mengejek aku.
Semua teman karibku merasa muak terhadap aku; dan mereka yang kukasihi, berbalik melawan aku.
Tulangku melekat pada kulit dan dagingku, dan hanya gusiku yang tinggal padaku.
Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku, karena tangan Allah telah menimpa aku.
Mengapa kamu mengejar aku, seakan-akan Allah, dan tidak menjadi kenyang makan dagingku?"
(Ayub 19:13-22[TB], +/-1300-333 SM)
Kaum kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku melupakan aku.
Anak semang dan budak perempuanku menganggap aku orang yang tidak dikenal, aku dipandang mereka orang asing.
Kalau aku memanggil budakku, ia tidak menyahut; aku harus membujuknya dengan kata-kata manis.
Nafasku menimbulkan rasa jijik kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-saudara sekandungku.
Bahkan kanak-kanak pun menghina aku, kalau aku mau berdiri, mereka mengejek aku.
Semua teman karibku merasa muak terhadap aku; dan mereka yang kukasihi, berbalik melawan aku.
Tulangku melekat pada kulit dan dagingku, dan hanya gusiku yang tinggal padaku.
Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku, karena tangan Allah telah menimpa aku.
Mengapa kamu mengejar aku, seakan-akan Allah, dan tidak menjadi kenyang makan dagingku?"
(Ayub 19:13-22[TB], +/-1300-333 SM)
Habis manis sepah dibuang mungkin peribahasa yang cocok diterapkan pada Ayub. Ketika dia kaya raya saudaranya,sahabat,teman,budak,anak semang dan sesamanya yang lain mendekatinya. Namun setelah Ayub jatuh mengalami pencobaan hidup yang maha berat maka sesamanya itu banyak yang meninggalkannya. Bahkan ada yang menghina, mencemooh dan mempersalahkan kehidupannya yang penuh penderitaan itu. Menganggapnya telah berdosa kepada Allah sehingga Ia layak mendapatkan penderitaan seperti itu. Sesamanya yang dulu dekat dengan dia sekarang justru seperti tertawa senang melihat penderitaannya. Mereka meninggikan dan membenarkan diri dihadapan Ayub.
Nampaknya pencobaan yang dialami Ayub sebenarnya juga menjadi pencobaan bagi sesamanya. Ayub di cobai dengan penderitaan hidup. Sedangkan sesamanya sebenarnya diuji untuk tetap mempertahankan hubungan yang baik,kasih setia kepada Ayub dalam keadaan apapun juga. Namun nampaknya para sahabat,saudara dan sesama Ayub yang lain gagal dalam mejalani ujian hubungan tersebut. Mereka bahkan mencemooh Ayub, beberapa menyingkir dan tidak mau mengenal lagi Ayub. Mereka sebenarnya telah jatuh juga dalam pencobaan.
Ingatlah hal ini, jangan-jangan pencobaan yang menimpa saudara kita sebenarnya juga mengarah pada kita dalam bentuk yang berbeda. Dalam hal itu tindakan dan respon kita terhadap pencobaan yang dialami sesama menjadi ukuran apakah iman kita terhadap Kristus yang mengasihi bahkan rela berkorban bagi sesamanya telah menjadi karakter kita ataukah hanya menjadi pengetahuan belaka.
Oleh Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.
nice reflection
BalasHapus