2 Korintus 5:21
’Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat [Allah]
menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah’.
Bising. Getaran. Tekanan. Bola Api. Chris Hadfield,
astronot asal Kanada, menggunakan kata-kata tersebut untuk menggambarkan
pengalamannya saat diluncurkan ke luar angkasa. Saat roketnya meluncur menuju
Stasiun Luar Angkasa Internasional, tekanan gravitasi pun meningkat dan ia
menjadi sulit bernapas. Pada saat ia menyangka akan pingsan, roket itu menerobos
masuk ke dalam suatu keadaan tanpa bobot. Alih-alih pingsan, ia justru tertawa
lepas.
Penggambarannya itu mengingatkan saya pada hari-hari
menjelang meninggalnya ibu saya. Ibu memikul beban hidup yang semakin berat
hingga ia tidak lagi mempunyai kekuatan untuk bernapas. Kemudian ia terlepas
dari penderitaannya dan masuk ke surga yang “tanpa bobot”. Saya membayangkan
Ibu pun tertawa saat bertemu pertama kalinya dengan Yesus.
Pada hari Jumat yang kita sebut “agung” itu, hal yang
serupa terjadi pada Yesus. Allah menimpakan kepada-Nya beban dosa seluruh
dunia—dosa masa lampau, masa kini, dan masa depan—sampai Dia tak mampu lagi
bernapas. Kemudian Dia berkata, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan
nyawa-Ku” (Luk. 23:46). Setelah menderita karena
dosa-dosa kita, Yesus menerima kembali dari Allah hidup yang dipercayakan
kepada-Nya dan kini Dia hidup di tempat di mana dosa dan maut tidak lagi
berkuasa. Setiap orang yang percaya kepada Kristus kelak akan tinggal
bersama-Nya, dan pada saat itu kita akan bersukacita karena telah lepas dari
kehidupan kita sekarang.
Bapa di surga, tak ada kata yang mampu menggambarkan
syukur kami untuk Anak-Mu, Yesus, yang telah menanggung beban dosa kami. Terima
kasih karena begitu kami terlepas dari tubuh fana yang berbeban berat ini, kami
akan tinggal bersama-Mu selamanya.
Pengorbanan Yesus membawa kita menikmati sukacita
surgawi.
Sumber : Julie Ackerman Link (santapanrohani.org)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar